Penulis: Koka Masan S.Fil.
FK, Sebagai penjaga keadilan informasi dan penghubung antara masyarakat dengan dunia luar, seorang wartawan memegang peran yang sangat vital dalam menjaga keseimbangan sosial. Dalam konteks hubungan antara media dan pemerintah, terdapat pandangan filsafat yang menekankan pentingnya keberimbangan dalam pemberitaan. Menjadi pewarta kabar, menurut pandangan ini, tidak selalu harus melalui jalan yang mengintimidasi atau hanya mencari kesalahan pemerintah. Sebaliknya, wartawan seharusnya bisa menjadi agen konstruktif yang juga menyoroti capaian positif yang telah dilakukan oleh pemerintah.
Filsafat komunikasi, seperti yang diajarkan oleh para pemikir besar seperti Jürgen Habermas, menekankan pentingnya diskursus yang terbuka dan rasional dalam suatu masyarakat demokratis. Habermas mengajukan konsep ruang publik, sebuah ruang komunikasi di mana masyarakat dapat berdialog secara bebas tentang isu-isu penting, termasuk dalam hal hubungan antara media dan pemerintah. Dalam ruang publik ini, wartawan memiliki peran sebagai mediator yang memungkinkan pertukaran informasi yang sehat dan mendorong terciptanya pemahaman bersama. Wartawan tidak hanya berfungsi sebagai pengkritik, tetapi juga sebagai penjaga keberagaman perspektif.
Namun, dalam realitas jurnalisme yang sering kali lebih terfokus pada kontroversi dan ketegangan, sering kali media terjebak dalam peran sebagai pengawas yang kritis tanpa memberi ruang bagi penghargaan terhadap kebijakan positif pemerintah. Filsafat etika, seperti yang diajukan oleh Immanuel Kant dengan prinsip imperatif kategorisnya, menyarankan bahwa tindakan seorang wartawan harus dilandasi oleh prinsip moral yang universal, yaitu memanusiakan manusia melalui kebenaran dan keadilan. Wartawan seharusnya tidak hanya mencari kesalahan, melainkan juga mengakui kebaikan yang ada, untuk membangun perspektif yang lebih holistik dan adil.
Lebih lanjut, teori etika komunikasi yang dipelopori oleh filosof kontemporer seperti Alfred Schutz juga memberikan gambaran penting tentang empati dalam komunikasi. Empati ini mengajarkan wartawan untuk memahami perspektif yang lebih luas dan tidak hanya terpaku pada perspektif kritis atau negatif terhadap pemerintah. Wartawan perlu menghargai bahwa pemerintah, meskipun tidak sempurna, sering kali berupaya dalam mengimplementasikan kebijakan yang dapat membawa kebaikan bagi masyarakat. Dengan mengangkat pencapaian-pencapaian positif tersebut, wartawan dapat membantu menciptakan narasi yang lebih seimbang dan konstruktif.
Tetap Terhubung Dengan Kami:



CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.