Air bersih sangat dibutuhkan, pasalnya setiap tahunnya pasti mengalami kekeringan. Biasanya masyarakat harus merogo koceknya untuk membeli air yang didatangkan dari oelolok bagi mereka yang mempunyai uang. Tapi bagi masyarakat yang tidak mempunyai uang harus rela berjalan 2 kilometer guna mendapatkan air bersih.

“Aneh bin ajaib kebutuhan pokok diabaikan, ada apa ini?”Jangan jangan kami hanya dibutuhkan saat musdus dan musdes? Atau kehadiran kami dalam musdus dan musdes hanya untuk mempermudah pencarian dana desa. Pasalnya, setelah cair kami tidak lagi dilibatkan?”, ujarnya

Dirinya bertanya-tanya, apakah dalam aturan penggunaan dana desa, penjabat dan stafnya diperbolehkan merubah kesepakatan itu sepihak (tanpa persetujuan saksi dan masyarakat). Lebih menyedihkan lagi, dengan mengalihkan ke pengadaan penerangan keliling kampung (31 titik lampu), arus listrik dibebankan kepada masyarakat.

Kalau seperti ini, kata dia, siapa yang menyetujui, dan siapa yang tanda tangan? Apakah TTD itu diduga dipalsukan? Benarkah PMD / sistem dalam pemerintah menolak untuk pengadaan air bersih (sumur bor)?

“Kasian kami (masyarakat) setiap tahun kekeringan, sulit mendapatkan air bersih, harus timbah air ber kilo-kilo jauhnya. Ingat, tanpa lampu jalan kami tetap hidup, tanpa air kami tidak bisa hidup”, tegasnya menirukan ungkapan masyarakat.

Tetap Terhubung Dengan Kami:
Laporkan Ikuti Kami Subscribe

CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.